Mojokerto, – Aktivitas tambang galian C di Desa Kalikatir, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto, kian meresahkan warga. Eksploitasi bukit dan aliran sungai yang diduga dilakukan secara ilegal ini menimbulkan dampak lingkungan yang mengkhawatirkan. Namun, hingga kini, aparat penegak hukum (APH) terkesan membiarkan praktik tersebut berlangsung tanpa tindakan tegas.
Eksploitasi Masif, Lingkungan Kian Terancam
Berdasarkan pantauan tim media dan LSM, puluhan dump truck hilir-mudik setiap hari mengangkut material berupa batu dan tanah uruk. Excavator terus menggali bukit dan mengeruk aliran sungai tanpa henti, mengubah bentang alam secara drastis.
Senin 24 maret 2025.
Seorang warga yang enggan disebut namanya mengungkapkan keresahan mereka.
"Dulu sungai di sini mengalir dengan baik, sekarang sudah rusak. Saat hujan deras, air tidak bisa mengalir lancar dan malah menyebabkan banjir," keluhnya.
Selain ancaman banjir, warga juga khawatir terhadap potensi longsor akibat eksploitasi lahan yang tidak terkendali. Struktur tanah yang terus digali tanpa upaya rehabilitasi berisiko menyebabkan pergerakan tanah dan mengancam pemukiman sekitar.
Ketika tim media dan LSM mencoba mengonfirmasi pemilik tambang yang diduga bernama Slamet, yang bersangkutan tidak ditemukan di lokasi. Salah seorang pekerja, yang dikenal sebagai "Ceker", menyebutkan bahwa Slamet sedang tidak berada di tempat.
Penambangan Ilegal Langgar Hukum, Tapi Dibiarkan?
Aktivitas tambang ilegal seperti di Kalikatir jelas melanggar hukum. Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pelaku penambangan ilegal dapat dijerat Pasal 98 ayat (1) dengan ancaman penjara 3 hingga 10 tahun serta denda Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.
Namun, meskipun ancaman hukuman telah diatur, lemahnya penegakan hukum membuat aktivitas ini tetap berjalan. Dugaan adanya oknum yang bermain atau sengaja menutup mata terhadap pelanggaran semakin menguat.
Hadi Martono, SH Wakil Ketua LBH CCI Jatim, salah satu perwakilan tim, mendesak pemerintah daerah, Dinas Lingkungan Hidup, dan APH untuk segera bertindak tegas.
"Kami menuntut agar tambang yang diduga kuat ilegal ini dihentikan, pemiliknya ditindak, dan lingkungan yang telah dirusak segera direhabilitasi. Jika tidak, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap penegakan hukum," tegas Hadi, yang dikenal sebagai aktivis senior yang vokal dalam isu lingkungan.
Jika tidak ada tindakan nyata, bukan hanya kerusakan lingkungan yang semakin parah, tetapi juga potensi bencana yang bisa mengancam nyawa warga sekitar. Akankah APH tetap diam?
(Suharno)