-->

Notification

×

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Dugaan Korupsi Dana Hibah di Sukabumi Minim Transparansi, Marak Penyimpangan

Kamis, 05 Juni 2025 | Juni 05, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-05T14:27:42Z

Sukabumi,  - Program pemberian dana hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat kepada lembaga-lembaga di Kabupaten/Kota Sukabumi tengah menjadi sorotan tajam. Tim investigasi Jajaran Wartawan Indonesia (JWI) menemukan berbagai indikasi pelanggaran serius dalam pengelolaan hibah yang digelontorkan tahun 2024, dengan total anggaran mencapai Rp23,85 miliar, belum termasuk dana hibah aspirasi yang disalurkan melalui anggota dewan.


Dalam hasil investigasi lapangan, JWI mencatat adanya sejumlah persoalan mencolok, antara lain:

* Dana tidak diterima sesuai pengajuan oleh kelompok masyarakat (pokmas) atau lembaga penerima manfaat, meskipun nama mereka tercatat resmi sebagai penerima.

* Pemotongan dana hibah oleh oknum tidak bertanggung jawab dengan kisaran potongan mencapai 20–50 persen dari total dana.

* Verifikasi lapangan yang tidak objektif serta tidak profesional.

* Dana tidak dialokasikan sesuai perencanaan, bahkan banyak pekerjaan yang justru dikontraktualkan ke pihak ketiga tanpa pelibatan pokmas penerima.

* Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) dana hibah yang seharusnya dilakukan oleh penerima manfaat, malah dikerjakan oleh pihak luar.

* Adanya dugaan permainan oleh oknum dewan, terutama dalam mekanisme hibah aspirasi.


JWI menilai bahwa pengelolaan dana hibah sangat rentan disalahgunakan dan berpotensi menjadi sarana praktik korupsi yang terstruktur. Sejumlah temuan bahkan menunjukkan indikasi kuat adanya tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), yang merugikan keuangan daerah serta mencederai semangat pemberdayaan masyarakat.


Fakta Lapangan dan Evaluasi Kritis Berikut adalah beberapa kesimpulan penting berdasarkan investigasi JWI:

1. Minimnya transparansi menimbulkan ketidakpercayaan publik.

2. Penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi atau kelompok memperburuk citra program.

3. Akuntabilitas yang lemah membuka celah penyimpangan.

4. Ketidakjelasan tujuan hibah menyebabkan dana tidak tepat sasaran.

5. Pengawasan yang longgar memperparah kondisi di lapangan.

6. Praktik *KKN* diduga terjadi dalam seleksi penerima hibah.

7. Evaluasi program yang tidak berjalan menjadikan program tidak efektif.

8. Ketergantungan lembaga pada hibah menciptakan ketahanan yang rapuh.


Payung Hukum dan Kewajiban LPJ Sesuai peraturan yang berlaku, setiap penerima hibah *wajib menyusun laporan pertanggungjawaban*(LPJ) yang berisi:

* Rincian penggunaan dana sesuai tujuan.

* Capaian kegiatan yang didanai hibah.

* Laporan keuangan lengkap, mencakup penerimaan, belanja, dan sisa dana.


Aturan ini ditegaskan dalam:

1. PP No. 90 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

2. Permendagri No. 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos dari APBD.

3. PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.


LPJ menjadi instrumen penting untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi  atas dana publik.


Langkah Lanjutan JWI

Melihat begitu kompleksnya persoalan, Tim JWI berkomitmen untuk:


* Mengumpulkan seluruh data dan bukti lapangan.

* Menelusuri aktor-aktor yang terlibat, baik dari lembaga penerima maupun pihak legislatif.

* Melaporkan temuan ini ke Aparat Penegak Hukum (APH) sebagai bentuk kontribusi terhadap pemberantasan korupsi.

* Penutup

Pemberian hibah semestinya menjadi instrumen pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan. Namun, ketika mekanisme pengelolaannya tidak transparan, tidak akuntabel, dan sarat dengan kepentingan kelompok, maka hibah justru berubah menjadi ladang korupsi yang merugikan rakyat.


Sudah saatnya seluruh elemen, baik eksekutif, legislatif, maupun masyarakat sipil, melakukan koreksi menyeluruh dan mendorong sistem pengelolaan hibah yang bersih, transparan, dan berpihak kepada masyarakat.

Penulis Lutfi Yahya JWI


×
Berita Terbaru Update